Rabu, 07 Desember 2016

Praktium Minggu ke-6

Pada praktikum minggu ke-6 ini kami kembali melakukan uji kuat tekan beton. Uji kuat tekan beton yang kami lakukan pada minggu ini adalah uji kuat tekan beton yang berumur 28 hari. Ada 2 beton yang kami uji dan kami mendapatkan kuat tekan beton rata-rata 24,75 Mpa, sangat melebihi target awal kami yakni 22,94 Mpa sehingga dapat disimpulkan bahwa beton yang kami buat berkualitas sangat baik dan layak untuk digunakan.

Praktikum Minggu ke-5

Pada praktikum minggu ke-5 ini kami melakukan pengujian kuat tarik baja. Ada 6 jenis baja yang disediakan oleh laboratorium yakni baja polos berdiameter 8, 10, dan 12 mm serta baja ulir dengan diameter 10, 13, dan 16 mm. Kelompok kami mendapatkan tugas untuk mengukur kuat tarik baja ulir yang berdiamater 10 mm.

Hal pertama yang kami lakukan adalah menghitung diameter aktual baja ulir, kemudian menimbangnya, dan mengukur panjangnya. Kami melakukan hal itu secar bergantian dengan kelompok lain sembari menunggu mesin penguji dipersiapkan oleh teknisi.


Mengukur diameter baja menggunakan jangka sorong

Setelah itu dilakukan pemasangan bahan uji ke dalam mesin penguji dan diberikan beban secara perlahan. Berhenti meningkatkan beban saat terderngar bunyi dari dalam alat yang menyatakan baja putus. Catat beban maksimalnya.


Pemasangan Benda Uji pada Alat Uji


Alat Penguji Menunjukkan Beban Maksimal

Kuat tarik baja yang kami dapatkan dari hasil praktikum adalah 536,81 N kg/mm^2.

Praktikum Minggu ke-4

Pada praktikum minggu ke-4 ini saya dan teman-teman yang lain melakukan pengujian tekan beton pada umur 14 hari. 2 hari sebelum praktikum kami sudah mengangkat beton dari bak curing dan melakukan capping pada satu hari setelahnya. Proses pengerjaan uji tekan beton kali ini sama seperti pengujian beton umur 7 hari.

Kuat tekan beton yang kami dapatkan dari hasil pengujian kali ini adalah 19,79 Mpa.

Praktikum Minggu ke-3

Pada minggu ketiga praktikum ini kami melakukan uji kuat tekan beton pada beton yang berumur 7 hari. Beton yang kami uji adalah 2 buah beton yang sudah kami buat pada minggu sebelumnya.

Tujuan dari praktikum minggu ke-3 kali ini adalah untuk mengetahui kuat tekan beton pada beton yang berumur 7 hari. Bahan uji yang dibutuhkan adalah 2 buah beton yang sudah dicetak dan berumur 7 hari adapun alat yang diperlukan adalah mesin tekan beton. Prosedur pengujian beton adalah sebagai berikut :
  1. Satu hari sebelumnya, beton dikeluarkan dari air dan dikeringkan agar mencapai kondisi SSD.
  2. Setelah itu pada hari pengujian, beton di capping. Lalu, pengujian kuat tekan beton dapat dimulai dengan tahap sebagai berikut:
    1. Letakkan beton pada mesin penguji

      Peletakan beton pada mesin penguji
    2. Jalankan mesin uji. Tekanan harus dinaikkan dengan cara berangsur-angsur dengan kecepatan antara 4kg/cm3 sampai 6kg'cm3 perdetik.


      Mesin menunjukkan besar beban yang diberikan kepada beton
    3. Lakukan tahap pembebanan sampai beton hancur. Catat beban maksimum yang dapat ditahan oleh beton tersebut.
Hasil rata-rata kuat tekan beton yang kami dapatkan adalah 11,71 Mpa.

Selasa, 06 Desember 2016

Praktikum Minggu ke-2

Setelah melakukan uji agregat pada minggu pertama, saya dan teman-teman saya merancang komposisi bahan yang akan dipakai dalam pembuatan beton. Pada perancangan ini, satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok 1-3 dan kelompok 4-6. Kelompok saya mendapat bagian untuk membuat beton dengan spesifikasi K-225.

Pada praktikum kedua ini, saya dan teman-teman saya akan melaksanakan tahap selanjutnya dalam pembuatan beton, yaitu mix design concrete dengan komposisi campuran yang telah didapat dari perhitungan.

Praktikum dimulai dengan pengambilan bahan untuk membuat beton. Kelompok saya membagi-bagi tugas dalam tahap ini. Ada yang mengambil semen, air, menyaring agregat kasar dan halus sesuai dengan jumlah komposisinya.

Penimbangan Agregat Kasar

Penimbangan Agregat Halus

Pengambilan Semen

Setelah semua bahan terkumpul, kami menunggu giliran untuk memakai molen.


Setelah mendapat giliran, kami memasukkan semua bahan ke dalam molen dan mulai mencampurnya.

Proses Memasukkan Bahan-Bahan ke dalam Molen

Proses Pencampuran Bahan oleh Molen


Setelah diaduk secara merata, kelompok kami melakukan pengujian nilai slump. Pertama-tama masukkan campuran tersebut ke dalam tabung kerucut sebanyak 1/3 dari tinggi tabung tersebut. Pukul-pukul campuran itu sebanyak 25 kali agar tidak ada udara di dalamnya. Masukkan lagi campuran ke dalam tabung sampai 2/3 tinggi tabung. Pukul-pukul lagi sebanyak 25 kali. Setelah itu, tuang campuran ke dalam tabung sampai penuh, pukul-pukul dan ratakan campuran.

Setelah campuran beton memenuhi tabung kerucut, angkat tabung kerucut tersebut. ukur perbedaan tinggi campuran dengan tinggi tabung menggunakan mistar.

Proses Memasukkan Campuran ke dalam Slump

Slump yang Terbentuk

Jika nilai slump telah memenuhi ketentuan, maka proses dapat dilanjutkan dengan memasukkan campuran ke dalam bekisting sambil mengaduknya dengan alat pengaduk. 

Setelah semua campuran masuk ke dalam bekisting, biarkan campuran tersebut sampai mengering. 24 jam setelah itu, beton dikeluarkan dari bekisting dan di curing.

Proses Memasukkan Campuran Beton ke dalam Bekisting

Praktikum Minggu ke-1

Hari Kamis, 27 Oktober 2015 saya dan teman-teman saya melakukan praktikum bbl kami untuk yang pertama kalinya. Pada praktikum semester ini, kami diharuskan untuk merancang, membuat, dan menguji beton dengan ketentuan yang telah diberikan. Selain itu, kami juga diharuskan untuk melakukan uji tarik terhadap baja. Untuk itu, pada hari pertama praktikum ini kami melakukan pengujian terhadap agregat yang akan kami pakai pada pembuatan beton nantinya. Praktikum pada hari ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
    1. Pemeriksaan berat volume agregat
    2. Analisis saringan agregat kasar dan halus
    3. Pemeriksaan zat organik dalam agregat halus
    4. Pemeriksaan kadar lumpur dalam agregat halus
    5. Pemeriksaan kadar air agregat
    6. Analisis spesific gravity agregat halus dan agregat kasar
Pemeriksaan Berat Volume Agregat

Percobaan pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat volume agregat kasar dan agregat halus. Bahan yang digunakan adalah agregat halus dan agregat kasar, sedangkan peralatan yang digunakan adalah:
  • Timbangan dengan ketelitian 0.1% berat contoh
  • Talam kapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
  • Tingkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat, terbuat dari baja tahan karat
  • Mistar pemadat
  • Sekop
  • Wadah baja yang cukup berbentuk silinder
Untuk prosedur pengerjaannya, pertama masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas wadah. Keringkan dengan oven, suhu pada oven (110±5)˚C sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji. Setelah 24 jam, keluarkan agregat dari oven dan timbanglah beratnya.

Analisis Saringan Agregat Halus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus. Bahan yang digunakan adalah agregat halus, yaitu pasir, sedangkan peralatan yang digunakan adalah :
  • Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji
  • Seperangkat saringan

  • Alat pemisah (spittler)
  • Mesin penggetar saringan
  • Talam-talam
  • Kuas, sikat kawat, dan sendok
Untuk prosedur pengerjaannya, pertama saring agregat halus pada perangkat saringan. Susunan saringan dimulai dari saringan paling besar di atas dan paling kecil dibawah. Perangkat saringan diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15 menit. Timbang berat agregat sesuai dengan saringannya masing-masing.

Analisis Saringan Agregat Kasar
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus. Bahan yang digunakan adalah agregat kasar, Sedangkan peralatan yang digunakan adalah:
  • Saringan ukuran 25, 19, 9,5, 4,75, 2,38

  • Wadah dengan kapasitas yang cukup besar sehingga pada waktu diguncang-guncangkan benda uji/air pencuci tidak tumpah
  • Oven dilengkapi dengan pengatur suhu sampai (110±5)˚C
  • Timbangan dengan ketelitian 0,1% berat contoh
  • Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat  Sekop
Untuk prosedur pengerjaannya, pertama Saring agregat kasar pada perangkat saringan. Susunan saringan dimulai dari saringan paling besar di atas dan paling kecil dibawah. Perangkat saringan diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15 menit. Timbang berat agregat sesuai dengan saringannya masing-masing.

Pemeriksaan Zat Organik dalam Agregat Halus
Pemeriksaan zat organik pada agregat halus dimaksudkan untuk menentukan adanya bahan organik dalam agregat halus yang akan digunakan pada campuran beton. Kandungan bahan organik yang melebihi batas yang diizinkan dalam agregat halus dapat mempengaruhi mutu beton yang direncanakan. Menurut persyaratan agregat halus ini tidak boleh melebihi batas yang diijinkan yang dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder dengan larutan NaOH (3%). Pada percobaan kali ini bahan yang digunakan adalah agregat halus sedangkan alat yang diperlukan adalah :
  • Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau bahan penutup lainnya yang tidak beraksi terhadap NaOH. Volume gelas = 350 ml.
  • Standar warna (organik plate)
  • Larutan NaOH (350 ml)
Untuk prosedur pengerjaannya, pertama masukkan pasir ke dalam botol tembus pandang, tambahkan larutan NaOH 3% lalu kocok. setelah dikocok isinya harus mencapai kira-kira ¾ volume botol. Tutup botol gelas tersebut dan kocok hingga lumpur yang menempel pada agregat nampak terpisah dan biarkan selama 24 jam agar lumpur tersebut mengendap. Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan dengan warna di organik plate.


Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase kadar lumpur dalam agregat halus yang digunakan sebagai campuran beton. Kandungan lumpur < 5% merupakan ketentuan bagi penggunaan agregat halus untuk pembuatan beton dengan kualitas yang baik. Bahan yang digunakan adalah agregat halus. Sedangkan alat yang diperlukan adalah :
  • gelas ukur
  • alat pengaduk
Untuk prosedur pengerjaannya, pertama contoh agregat halus dimasukkan kedalam gelas ukur. Lumpur dilarutkan dengan air yang ditambahkan kedalam gelas ukur.  Gelas ukur dikocok agar pasir tercuci dari lumpur. Gelas ukur disimpan pada tempat yang datar dan dibiarkan selama 24 jam. Ukur tinggi pasir (V1)dan tinggi lumpur (V2) .

Pemeriksaan Kadar Air Agregat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya kadar air yang terkandung dalam agregat dengan cara pengeringan. Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah agregat halus dan agregat kasar sedangkan alat yang diperlukan adalah sebagai berikut :
  • Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh
  • Oven yg bersuhu sampai 110,5oC
  • Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat pengeringan benda uji
Untuk prosedur pengerjaannya adalah sebagai berikut :
  1. Talam ditimbang dan dicatat beratnya (W1)
  2.  Benda uji dimasukkan ke dalam talam, kemudian berat talam ditambah benda uji ditimbang. Berat dicatat sebagai W2.
  3.  Berat benda uji dihitung dengan persamaan W3=W2-W1
  4. Contoh benda uji dikeringkan bersama talam dalam oven pada suhu (110 ± 5)oC hingga beratnya tetap
  5. Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam (W4)
  6. Berat benda uji kering dihitung dengan persamaan W5=W4­­- W1

Analisis Spesific Gravity Agregat Halus
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan bulk and apparent Specific Gravity dan penyerapan (absorpsi) agregat halus menurut prosedur ASTM C128. Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
  1. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram dengan kapasitas minimum sebesar 1000 gram
  2. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
  3. Cetakan kerucut pasir
  4. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir
  5. Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 1000 gram. Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah.
Untuk prosedur pengerjaannya adalah sebagai berikut :
  1. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering dengan indikasi contoh tercurah dengan baik.
  2. Sebagian dari contoh dimasukkan ke dalam cetakan kerucut pasir (metal sand cone mold). Benda uji lalu dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper) dengan jumlah tumbukan sebanyak 25 kali setiap satu dari tiga bagian yang terisi. Kondisi SSD diperoleh ketika butir-butir pasir longsor/runtuh ketika cetakan tersebut diangkat.
  3. Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukkan ke dalam piknometer. Kemudian piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan gelembung-gelembung udara dengan cara menggoyang- goyangkan piknometer. Rendamlah piknometer dengan suhu air 73,43o F selama 24 jam. Timbang berat piknometer yang berisi contoh dengan air.
  4. Pisahkan benda uji dari piknometer dan keringkan pada suhu 213,130F. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam.
  5.  Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasipada temperatur 73,43o F dengan ketelitian 0,1 gram.
Analisis Spesific Gravity Agregat Kasar
Percobaan ini bertujuan menentukan bulk dan apparent specific grafity dan penyerapan/absorbsi dari agregat kasar menurut ASTM C 127. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
  1. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram dan kapasitas minimum 5 Kg
  2. Keranjang besi dengan diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5”)
  3. Alat penggantung keranjang
  4. Oven
  5. Handuk atau kain pel
  6. Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 11 liter dalam keadaan kering muka. Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah. Butiran agregat lolos saringan no 4 tidak dapat digunakan sebagai benda uji
Untuk proses pengerjaannya adalah sebagai berikut :
  1. Benda uji direndam selama 24 jam
  2. Benda uji dikeringkan permukaannya (kondisi SSD) dengan menggulungkan handuk pada butiran
  3. Hitung berat contoh kondisi SSD = A
  4. Contoh benda uji dimasukkan kekeranjang dan direndam kembali didalam air. Temperature air dijaga (73.4 ± 3)0F, dan kemudian ditimbang, setelah keranjang digoyang-goyangkan didalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap. Hitung berat contoh kondisi jenuh = B
  5. Contoh dikeringkan pada temperature (212-130)0F. Setelah didinginkan kemudian ditimbang. Hitung berat contoh kondisi kering = C
Praktikum hari pertama ini kami tutup dengan melakukan foto kelompok, saya tergabung dalam kelompok IV bersama dengan Hilmi Wirasatya, Raihan Afif Yuzar, Syafik Adiar, Alif Sintrya, Agil Pramudya, dan Akhmad Raynaldi.


Observasi Tempat : Laboratorium IX C ITB

Laboratorium Teknik IX C ITB merupakan salah satu bangunan yang ikonik di ITB menurut saya. Terletak di Jalan 4 laboratorium ini akrab disapa dengan laboratorium biru oleh mahasiswa karena warna catnya yang serba biru. Saat ini laboatorium ini digunakan oleh mahasiswa jurusan biologi, teknik material, teknik kimia, oseanografi, dan metereologi.


Jenis material konstruksi yang digunakan untuk membangun Laboratorium Teknik IX C kurang lebih sama dengan material yang biasa dipakai untuk membangun sebuah bangunan, yaitu beton, beton bertulang, baja, semen, pasir, batu bata, kaca, WPC, dan lain-lain. Proporsi tiap materialnya sebagai berikut
  1. Beton 20%
  2. Beton bertulang 18%
  3. Batu bata  20%
  4. Pasir 8%
  5. Semen 8%
  6. Baja 17%
  7. Kaca 7%
  8. WPC 1%
  9. Bahan lain 1%

Proses Pembuatan Kolom Beton Bertulang
  1. Pada tahap perencanaan kita buat gambar desain bangunan untuk menggambarkan bentuk konstruksinya dan menentukan letak kolom struktur.
  2. Selanjutnya melakukan perhitungan struktur bangunan untuk mendapatkan dimensi kolom dan bahan bangunan yang kuat untuk digunakan namun tetap ekonomis.
  3. Melakukan pekerjaan pengukuran untuk menentukan posisi kolom bangunan, ini harus pas sesuai dengan gambar rencana. apalagi pada gedung bertingkat tinggi yang angka toleransi kesalahan hanya beriksar 1 cm, jika salah dalam mengukur maka ada resiko keruntuhan gedung.
  4. Menghitung kebutuhan besi tulangan dan bentuk potongan besi yang perlu dipersiapkan. ini sering disebut sebagai bestek besi.
  5. Merangkai potongan besi sesuai dengan bentuk kolom yang telah direncanakan.
  6. Memasang rangkaian besi tulangan pada lokasi kolom yang akan dibuat.
  7. Membuat bekisting / cetakan. bisa terbuat dari kayu, plat alumunium atau media lain yang mampu menahan saat proses pekerjaan pengecoran beton.
  8. Memasang bekisting sehingga membungkus besi tulangan.
  9. Melakukan pengecekan posisi bekisting apakah sudah sesuai dengan ukuran rencana, dan apakah sudah benar-benar tegak.
  10. Menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan.
  11. Membuat adukan beton atau memesan beton precast dengan kualitas sesuai hasil perhitungan semula. misalnya mau menggunakan mutu beton K-250, K-300, K-400 dan seterusnya.
  12. Melakukan pekerjaan pengecoran kolom, penentuan tinggi cor bisa dilakukan dengan berpedoman pada ukuran bekisting atau mengukur sisa cor dari ujung atas bekisting. 

Proses Pembuatan Kaca

  • Bahan baku dari industri umum kaca adalah (Austin, dkk. 2005) :
    1. Pasir
      Pasir yang digunakan dalam membuat kaca adalah kuarsa yang sangat murni. Kandungan besi dalam pasir kuarsa ini tidak boleh melebihi 0,45% untuk barang gelas pecah belah atau 0,015% untuk kaca optik, sebab kandungan besi ini bersifat merupakan warna kaca pada umumnya.
    2. Soda
      Soda ini berumus kimia Na2O, yang didapatkan dalam soda abu padat (Na2CO3). Sumber lainnya adalah dari bikarbonat, kerak garam dan natrium nitrat.
    3. Feldspar
      Feldspar mempunyai rumus umum P2O.Al2O3.6SiO2, dimana R2O dapat berupa Na2O atau K2O atau campuran keduanya. Sebagai sumber Al2O3, feldspar mempunyai banyak keunggulan dibanding produk lain, karena murah, murni dan dapat dilebur dan seluruhnya terdiri dari oksida pembentuk kaca. Al2O3 sendiri digunakan hanya bila biaya tidak merupakan masalah. Feldspar juga merupakan sumber Na2O atau K2O dan SiO2. Kandungan aluminanya dapat menurunkan titik cair kaca dan memperlamba terjadinya devitrifikasi.
    4. Borax
      Borax adalah perawis tambahan yang menambahkan Na2O dan boron oksida kepada kaca. Walaupun jarang dipakai dalam kaca jendela atau kaca lembaran, boraks sekarang banyak digunakan di dalam bernagai jenis kaca pengemas. Ada pula kaca borax berindeks tinggi yang mempunyai nilai dispersi lebih rendah dan indeks refraksi lebih tinggi dari semua kaca yang dikenal. Kaca ini telah banyak digunkan sebgai kaca optik. Di samping daya fluksnya yang kuat, borax tidak saja bersifat menurunkan sifat ekspansi tetapi juga meningkatkan ketahanna terhadap aksi kimia. borax digunakan dalam tumpak yang memerlukan hanya sedikit alkali. Harganya hampir dua kali boraks.
    5. Kerak garam
      Istilah asingnya adalah salt cakeyang digunakan sebagai perawis tambahan pada pembuatan kaca, demikian juga beberapa sulfat lain seperti amonium sulfat dan barium sulfat dan sering ditentukan pada segala jenis kaca. Kerak garam ini dapat membersihkan buih yang mengganggu pada tanur tangki. Sulfat ini harus dipakai bersama karbon agar tereduksi menjadi sulfit. Arsen trioksidadapat pula ditambahkan untuk menghilangkan gelombang-gelombang dalam kaca.
    6. Kulet
      Kulet adalah kaca hancuran yang dikumpulkan dari barang-barang rusak, pecahan beling dan berbagai kaca limbah. Bahan ini dapat membantu pencairan selain juga sebagai bahan untuk dasar pengolahan limbah. Bahan ini dapat dipakai 10-80% dari muatan bahan baku.
    7. Blok refraktori


  • Langkah-Langkah Umum Pembuatan Kaca
    Urutan proses pembuatan kaca pada umumnya dapat digolongkan menjadi 10 langkah (Austin, dkk. 2005), yaitu:
    1. transportasi bahan baku ke pabrik
    2. pengaturan ukuran bahan baku
    3. penimbunan bahan baku
    4. pengangkutan, penimbangan dan pencampuran bahan baku dan pemuatannya ke tanur kaca
    5. pengolahan bahan bakar untuk mencapai suhu yang diperlukan bagi pembentukkan kaca
    6. reaksi pembentukkan kaca di dalam tanur
    7. penghematan kalor melalui regenarasi dan rekuparasi
    8. pembuatan bentuk produk kaca
    9. penyaringan produk kaca
    10. penyelesaian produk kaca
  • Cara Pembuatan Kaca
    1. Peleburan
      Tanur kaca dapat diklasifikasi sebagai tanur periuk atau tanur tangki. Tanur periuk (pot furnace), dengan kapasitas sekitar 2 t atau kurang dapat digunakan secara menguntungkan untuk membuat kaca khusus dalam jumlah kecil di mana tumpak cair itu harus dilindungi terhadap hasil pembakaran. Tanur ini digunakan terutama dalam pembuatan kaca optic dan kaca seni melalui proses cetak. Periuknya sebetulnya ialah suatu cawan yang terbuat dari lempung pilihan atau platina. Sulit sekali melebur kaca di dalam bejana ini tanpa produknya terkontaminasi atau tanpa sebagian bejana itu sendiri meleleh, kecuali bila bejana itu terbuat dari platina. Dalam tanur tangki (tank furnace), bahan tumpak itu dimuat ke satu ujung suatu “tangki” besar yang terbuat dari blok-blok refraktor, diantaranya ada yang ukuran 38 x 9 x 1.5 m dengan kapasitas kaca cair sebesar 1350 t. kaca itu membentuk kolam didasar tanur itu, sedang nyala api menjilat berganti dari satu sisi ke sisi lain. Kaca “halusan” (fined glass) dikerjakan dari ujung lain tangki itu, operasinya kontinu. Dalam tanur jenis ini, sebagaimana juga dalam tangki periuk, dindingnya mengalami korosi karena kaca panas. Kualitas kaca dan umur tangki bergantung pada kualitas blok konstruksi. Karena itu, perhatian biasanya ditujukan pada refraktori tanur kaca. Tanur tangki kecil disebut tangki harian (day tank)dan berisi persediaan kaca cair untuk satu hari sebanyak 1 t sampai 10 t. tangki ini dipanasi secara elektrotermal atau dengan gas.

      Gambar 1. Diagram alir pembuatan kaca lembaran (Austin, dkk. 2005)

      Tanur-tanur yang disebutkan diatas adalah tergolong tanur regenarasi (regenerative furnace)dan beroperasi dalam dua siklusdengan dua perangkat ruang berisi susunan bata rongga. Gas nyala setelah memberikan sebagian kalornya pada waktu melalui tanur berisi kaca cair, mengalir ke bawah melalui satu perangkat ruang yang diisi penuh dengan pasangan batu terbuka atau batu rongga (checkerwork). Sebagian besar dari kandungan kalor sensibel gas keluar dari situ, dan isian itu mencapai suhu yang berkisar antar 1500°C didekat tanur 650C di dekat pintu keluar. Bersamaan dengan itu, udara dipanaskan dengan melewatkannya melalui lubang regenerasi yang telah dipanaskan sebelumnya dan dicampur dengan gas bahan bakar yang terbakar, sehingga suhu nyalanya menjadi menjadi lebih tinggi lagi (dibandingkan dengan jika udara tidak dipanaskan terlebih dahulu). Pada selang waktu yang teratur, yaitu antara 20 sampai 30 menit, alirancampuran udara bahan bakar, atau siklus itu dibalik, dan sekarang masuk tanur dari ujung yang berlawanan melalui isian yang telah mendapat pemanasan sebelumnya, kemudian melalui isian semula, dan mencapai suhu yang lebih tinggi.



      Suhu tanur yang baru mulai berproduksi hanya dapat dinaikkan sedikit demi sedikit setiap hari, bergantung kepada kemampuan refraktorinya menampung ekspansi. Bila tanur regenarasi itu sudah dipanaskan, suhunya harus dipertahankan sekurang-kurangnya 1200°C setiap waktu. Kebanyakan kalor hilang dari tanur melalui radiasi, dan hanya sebagian kecil yang termanfaatkan untuk pencairan. Tanpa membiarkan dindingnya mendingin sedikit karena radiasi, suhu akan menjadi terlalu tinggi sehingga kaca cair itu dapat menyerang dinding dan melarutkannya. Untuk mengurangi aksi kaca cair, pada dinding tanur kadang-kadang dipasang pipa air pendingin.
    2. Pencetakan
      Kaca dapat dibentuk dengan mesin atau dengan cetak tangan. Faktor yang terpenting yang harus diperhatikan dalam cetak mesin (machine molding) ialah bahwa rancang mesin itu haruslah sedemikian rupa sehingga pencetakan barang kaca dapat diselesaikan dalam tempo beberapa detik saja. Dalam waktu yang sangat singkat ini kaca berubah dari zat cair viskos menjadi zat padat bening. Jadi, jelas sekali bahwa masalah rancang yang harus diselesaikan, seperti aliran kalor stabilitas logam, dan jarak bebas bantalan merupakan masalah yang rumit sekali. Keberhasilan mesin cetak kaca merupakan prestasi besar bagi para insinyur kaca.

    3. Penyangaian
      Untuk mengurangi regangan-regangan dalam kaca, semua barang kaca harus disangai (anneal), baik barang kaca yang dibuat dengan mesin maupun yang dibuat dengan tangan. Secara singkat, penyangaian menyangkut dua macam operasi, yaitu:
      1) Menahan kaca itu pada suatu suhu di atas suhu krisis tertentu selama beberapa waktu yang cukup lama sehingga mengurangi regangan-regangan dalam dengan jalan pengaliran plastic sehingga regangannya kurang dari suatu maksimum yang ditentukan.
      2) Mendinginkan massa kaca sampai suhu kamar secara cukup perlahan sehingga regangan itu selalu berada di bawah batas maksimum leher atau tungku penyaringan, tidak lain hanyalah satu ruang pemanasan yang dirancang dengan baik dimana laju pendingin dapat diatur sehingga memenuhi persyaratan.

    4. Penyelesaian
      Semua kaca yang sudah disangai harus mengalami operasi penyelesaian yang relative sederhana tetapi sangat penting. Operasi ini menyangkut hal-hal sebagai berikut:- Pembersihan- Penggosokan- Pemolesan- Pemotongan- Gosok-semprot dengan pasir- Pemasangan email klasifikasi kualitas- Pengukuran

  • Reaksi Kimia Yang Terjadi Selama Proses Pembuatan
    Reaksi kimia yang terlihat dalam pembuatan kaca dapat diringkas sebagai berikut (Austin, dkk. 2005) :
Na2CO3 + aSiO2 → Na2O.aSiO2 + CO2
CaCO3 + bSiO2 → CaO.bSiO2 + CO2
Na2SO4 + cSiO2 → Na2O.cSiO2 + SO2 + SO3 + CO
  • Reaksi yang terakhir ini dapat berlangsung seperti pada persamaan berikut (Austin, dkk. 2005) :
    Na2SO4 + C → Na2SO3 + CO
    2Na2SO4 + C → 2Na2SO3 + CO2
    Na2SO3 + cSiO2 → Na2O.cSiO2 + SO2